KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan
kehadirat Allah S.W.T, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan Tugas Makalah Sistem Hukum Indonesi “Sistem Hukum Indonesia
Menurut Lawrence M.Friedman ” ini dengan tepat waktu. Terima kasih kami ucapkan
kepada Bapak dosen pengampu mata kuliah Sistem Hukum Indonesia bpk. Drs. Syamsul Sukmono Edy SH.M.Hum yang telah
membimbing penulis sehingga tugas ini dapat selesaikan.
Penulis telah berusaha sebaik-baiknya
dan meminimalisir segala kekurangan. Namun sesungguhnya kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT, maka dari itu mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik dalam
materi maupun penulisan dalam Makalah ini. Penulis pun mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan laporan ini. Terima
kasih penulis ucapkan kepada pembaca,dan berharap laporan ini dapat bemanfaat.
Muhammad Zulkifli
Malang, Februari 2016
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR
ISI........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................
A. Latar Belakang
Masalah...................................................................................
B. Perumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Pengertian Sistem Hukum................................................................................
B. Bangsa
Indonesia Menggunakan Sistem Hukum Campuran............................
BAB III PENUTUP...............................................................................................
A. Kesimpulan ......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Di dunia ini terdapat bermacam-macam
sistem hukum yang berlaku di berbagai negara dan tiap-tiap negara memiliki
sistem hukum yang berbeda pula. Sistem-sistem hukum tersebut yaitu : Sistem
Hukum Eropa Kontinental, Sistem Hukum Anglo-Saxon, Sistem Hukum Adat, dan
Sistem Hukum Agama.
Indonesia adalah negara yang menganut
sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa
Kontinental. Selain sistem hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga berlaku
sistem hukum adat dan sistem hukum agama, khususnya hukum (syariah) Islam.
Sistem Hukum Indonesia merupakan hal
yang telah menjadi wacana berkelanjutan, yang tidak hanya melibatkan ahli dan
pemerhati hukum, tetapi juga telah menarik ke dalamnya berbagai kalangan untuk
ikut menyampaikan pendapat. Ini merupakan sesuatu yang dapat dimengerti
mengingat dalam kenyataannya hampir tidak ada celah kehidupan yang tidak
‘diintervensi’ norma hukum.
B.
Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang berhubungan dengan pembangunan sistem hukum
Indonesia, yaitu :
1.
Apa pengertian
sistem hukum itu ?
2.
Mengapa Bangsa
Indonesia menggunakan sistem hukum campuran ?
3.
Bagaimana
sistem hukum Indonesia menurut Lawrence M.Friedman ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Sistem Hukum
Indonesia, selain itu ada beberapa tujuan
lain yang membuat penulis membuat makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem hukum itu.
2. Mengetahui alasan Bangsa Indonesia menggunakan sistem hukum campuran.
3. Mengetahui lebih mendalam mengenai sistem hukum menurut pendapat Lawrence
M.Friedman.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sistem Hukum
Sistem Hukum berasal dari dua kata yaitu ‘sistem’ dan ‘hukum’. Yang
keduanya dapat berdiri sendiri dan memiliki arti tersendiri. Sistem berasal
dari bahasa Latin systema dan bahasa Yunani systema pula, sistem
dapat berarti sebagai keseluruhan atau kombinasi keseluruhan.
Sedangkan hukum tidak dapat diartikan secara pasti seperti halnya ilmu
eksak, karena dalam ilmu hukum, hukum itu sangat komleks dan terdapat berbagai
sudut pandang serta berbeda-beda pula masalah yang akan dikaji. Sehingga,
setiap ahli memberikan pengertian-pengertian yang berbeda mengenai pengertian
hukum sendiri. Berikut diantaranya :
Hukum adalah
semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah
laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam
melaksanakan tugasnya.( Prof. Mr. E.M. Meyers)
Hukum adalah
himpunan peratuan ( perintah dan larangan ) yang mengurus tata tertib suatu
masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.( Drs. E.
Utrecht, S.H)
Hukum merupakan
kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi, dengan tujuan mewujudkan
ketertiban dalam pergaulan manusia. (S.M. Amin, S.H)
Hukum adalah
peratuan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
dan yang pelanggaran terhadapnya mengakibatkan diambilnya tindakan, yaitu
hukuman terentu. ( J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono
Sastropranoto, S.H)
Dari berbagai
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan peraturan yang
bersifat memaksa dan mengikat seseorang agar tercipta kehidupan yang serasi dan
selaras dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Sehingga,
sistem hukum dapat diartikan sebagai sekumpulan peraturan yang bersifat memaksa
demi terciptanya kehidupan yang serasi dan selaras dengan norma.
B.
Bangsa
Indonesia Menggunakan Sistem Hukum Campuran
Seperti yang
dikatakan pada bagian pendahuluan bahwa Bangsa Indonesia menggunakan sistem
hukum campuran antara Eropa Kontinental, Hukum Adat, Hukum Agama khususnya
Hukum Syariah Islam, serta tidak mengesampingkan sistem hukum Anglo-Saxon.
Saat pertama
mendengar istilah Hukum Eropa Kontinental yang ada dipikiran kita pasti adalah
negara-negara yang terletak di Benua Eropa. Namun, ternyata meski berada dalam
Benua Asia, Bangsa Indonesia juga menganut sistem hukum Eropa Kontinental
sebagai salah satu sistem hukumnya.
Hal tersebut
terjadi dikarenakan Bangsa Indonesia mengalami penjajahan oleh Belanda selama
350 tahun yang tidak lain Belanda merupakan salah satu pendukung utama sistem
hukum Eropa Kontinental. Dan selama masa penjajahan tersebut Belanda menerapkan
asas konkordansi, yang berarti sistem hukum Hindia-Belanda (Indonesia) berjalan
selaras dengan sistem hukum Belanda. Sehingga, secara mutatis mutandis sistem
hukum Eropa Kontinental telah diterapkan kepada Bangsa Indonesia.
Walaupun
dominan menggunakan sistem hukum Eropa Kontinental, Belanda juga melaksanakan
sistem hukum adat (adatrechtpolitiek) kepada masyarakat golongan pribumi
asli. Sehingga, pada masa penjajahan Belanda di Indonesia terjadi pluralisme
hukum. Yang dalam perkembangannya lebih banyak ditinggalkan karena pengaruh
hukum kolonial yang cenderung kuat.
Setelah
kemerdekaan, pengaruh Sistem Eropah Kontinental tampak dalam semangat untuk
melakukan kodifikasi dan unifikasi. Meskipun Hukum Adat tetap diakui, tetapi
pandangan yang lebih mengemuka adalah dalam pembangunan hukum maupun
optimalisasi fungsi hukum sebagai sarana untuk melakukan rekayasa sosial
dilakukan melalui peraturan perundang-undangan.
Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil
tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur
hukum (struktur of law), substansi
hukum (substance of the law) dan
budaya hukum (legal culture).
Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi
perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu
masyarakat.
Sistem hukum di Indonesia dewasa ini adalah sistem
hukum yang unik, sistem hukum yang dibangun dari proses penemuan, pengembangan,
adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa sistem yang telah ada. Sistem hukum Indonesia tidak hanya mengedepankan ciri-ciri lokal, tetapi
juga mengakomodasi prinsip-prinsip umum yang dianut oleh masyarakat
internasional.
Hukum (legal system) adalah satu kesatuan hukum yang
tersusun dari tiga unsur, yaitu:
1.
Struktur;
2.
Substansi;
3.
Kultur Hukum
(Lawrence M. Friedman, The Legal
System: A Social Science Perspective, New York: Russell Sage Foundation, 1975).
Berdasarkan pendapat tersebut, jika
kita berbicara tentang sistem hukum, maka ketiga unsur tersebut secara
bersama-sama atau secara sendiri-sendiri, tidak mungkin kita kesampingkan.
a.
Struktur adalah
keseluruhan institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi:
kepolisian dengan para polisinya; kejaksaan dengan para jaksanya; kantor-kantor
pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya.
b.
Substansi adalah
keseluruhan asas-hukum, norma hukum dan aturan hukum, baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan.
c.
Kultur hukum adalah
kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berpikir dan cara bertindak, baik dari
para penegak hukum maupun dari warga masyarakat.
Oleh karena itu untuk menuju
terciptanya supremasi hukum tentunya memerlukan suatu kerja keras dari seluruh
elemen yang ada di Negara kita. Upaya untuk menciptakan supremasi hukum bukan
hanya hak lembaga-lembaga Negara kita dengan pembagian kekuasaannya yang
bercirikan prinsip check and balances dalam pelaksanaan pemerintahannya, tetapi
juga merupakan hak dari setiap warga Negara untuk berpartisipasi dalam usaha
terciptanya supremasi hukum di Negara kita. Pentingnya budaya hukum untuk
mendukung adanya sistem hukum, sebagaimana Friedman mengatakan, bahwa Substansi
dan Aparatur saja tidak cukup untuk berjalannya sistem hukum. Dimana Lawrence M
Friedman menekankan kepada pentingnya Budaya Hukum (Legal Culture).
Karena, menurut Friedman sistem hukum diumpamakan sebagai suatu pabrik , jika Substansi itu adalah
produk yang dihasilkan, dan Aparatur adalah mesin yang menghasilkan produk,
sedangkan Budaya Hukum adalah manusia yang tahu kapan mematikan dan
menghidupkan mesin, dan yang tahu memproduksi barang apa yang dikehendakinya.
Kita ambil contoh mengapa aparatur
hukum ada bahkan banyak yang tidak taat hukum? Jika kita mencari sebabnya, maka
kita memasuki masalah budaya hukum (legal culture), begitu juga, ruang lingkup
budaya hukum, apabila kita ingin mengetahui ,tidak sedikit orang yang tak
bersalah menjadi bulan-bulanan aparat hukum.
Pada sektor pembentukan hukum,
seringkali kita menemukan suatu substansi aturan hukum baik berupa
Undang-undang, Peraturan pemerintah, Perpres, hingga Perda yang tidak
mencerminkan aspirasi masyarakat luas, bahkan justru secara substantif dirasa
merugikan kepentingan masyarakat luas pada umumnya.
Dalam sektor
penegakan hukum, sudah tak terhitung putusan pengadilan yang dinilai justru
mencederai rasa keadilan masyarakat. Dunia hukum Indonesia terus mendapat
sorotan yang hampir semuanya bernada minor, hal ini tidak terlepas dari
ketidakpercayaan publik terhadap sistem hukum kita baik ditinjau dari struktur
(institusi), substansi serta budaya (culture) hukumnya. Banyak pihak
berpendapat bahwa hukum kita hanya untuk mereka yang memiliki uang, kekuasaan
atau jabatan maupun kekuatan politik sehingga dengan itu mereka bisa membeli
hukum kita, dimana hal tersebut bisa mengurangi bahkan menghilangkan
terciptanya supremasi hukum di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem hukum dapat diartikan sebagai
sekumpulan peraturan yang bersifat memaksa demi terciptanya kehidupan yang
serasi dan selaras dengan norma.
Bangsa Indonesia menggunakan sistem
hukum campuran antara Eropa Kontinental, Hukum Adat, Hukum Agama khususnya
Hukum Syariah Islam, serta tidak mengesampingkan sistem hukum Anglo-Saxon.
Menurut Lawrence M. Friedman sistem
hukum (legal system) adalah satu kesatuan hukum yang tersusun dari tiga unsur,
yaitu: (1) Struktur; (2) Substansi; (3) Kultur Hukum (The Legal System: A
Social Science Perspective, New York: Russell Sage Foundation, 1975).
Di mana ketiganya masing-masing
memiliki makna tersendiri. Struktur adalah keseluruhan institusi
penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi: kepolisian dengan para
polisinya; kejaksaan dengan para jaksanya; kantor-kantor pengacara dengan para
pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya. Substansi adalah
keseluruhan asas-hukum, norma hukum dan aturan hukum, baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Kultur hukum adalah
kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berpikir dan cara bertindak, baik dari
para penegak hukum maupun dari warga masyarakat.
Oleh karena itu
untuk menuju terciptanya supremasi hukum tentunya memerlukan suatu kerja keras
dari seluruh elemen yang ada di Negara kita.
0 komentar:
Post a Comment