RESUME
AZAS-AZAS MANAJEMEN
1. Pengertian Manajemen (Definition of
Management).
Istilah manajemen, terjemahannya
dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman. Selanjutnya, bila
kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah
manajemen mengandung tiga pengertian yaitu:
a. Manajemen sebagai suatu proses.
b. Manajemen sebagai kolektivitas
orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen.
c. Manajemen sebagai suatu seni (Art)
dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (Science).
Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai
suatu proses, berbeda-beda definisi yang diberikan oleh para ahli. Untuk
memperlihatkan tata warna definisi manajemen menurut pengertian yang pertama
itu, dikemukakan tiga buah definisi. Dalam Encylopedia of the Social Sience
dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu
tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi. Selanjutnya, Hilman
mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui
kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan
yang sama.
Menurut pengertian yang kedua, manajemen adalah kolektivitas
orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap
orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu
disebut manajemen.
Menurut pengertian yang ketiga, manajemen adalah seni (Art)
atau suatu ilmu pnegetahuan. Mengenai inipun sesungguhnya belum ada keseragaman
pendapat, segolongan mengatakan bahwa manajemen adalah seni dan segolongan yang
lain mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu. Sesungguhnya kedua pendapat itu
sama mengandung kebenarannya.
Menurut G.R. Terry, manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang
melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah
tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen juiga
adalah suatu ilmu pengetahuan maupun seni. Seni adalah suatu pengetahuan
bagaimana mencapai hasil yang diinginkan atau dalm kata lain seni adalah
kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen.
Menurut Mary Parker Follet, manajemen adalah suatu
seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Definisi dari mary
ini mengandung perhatian pada kenyataan bahwa para manajer mencapai suatu
tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa
saja yang pelu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan
itu oleh dirinya sendiri.
Itulah manajemen, tetapi menurut Stoner bukan hanya
itu saja. Masih banyak lagi sehingga tak ada satu definisi saja yang dapat
diterima secara universal. Menurut James A.F.Stoner, manajemen adalah
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian
upaya anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi, dari gambar di atas menunjukkan bahwa manajemen adalah
Suatu keadaan terdiri dari proses yang ditunjukkan oleh garis (line) mengarah
kepada proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian,
yang mana keempat proses tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk
mencapai suatu tujuan organisasi.
2. Tingkatan dalam Manajemen.
Piramida jumlah karyawan pada organisasi dengan struktur
tradisional, berdasarkan tingkatannya. Pada organisasi berstruktur tradisional,
manajer sering dikelompokkan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah,
dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, dimana
jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak). Berikut ini
adalah tingkatan manajer mulai dari bawah ke atas:
a. Manejemen
lini pertama (first-line
management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan
manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan
non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut
penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer
kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
b. Manajemen
tingkat menengah ( middle management), mencakup semua manajemen yang berada di
antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai
penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya
kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
c. Manajemen
puncak ( top
management), dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas
merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya
perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer),
CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat
menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini.
Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan
yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu
proyek ke proyek lainnya sesuai dengan dengan permintaan pekerjaan.
3. Fungsi Manajemen (Management Functions)
Sampai saat ini, masih belum ada
consensus baik di antara praktisi maupun di antara teoritis mengenai apa yang
menjadi fungsi-fungsi manajemen, sering pula disebut unsur-unsur manajemen.
Berbagai pendapat mengenai fungsi-fungsi manajemen akan tampak jelas dengan
dikemukakannya pendapat beberapa penulis sebagai berikut:
·
Louis A.Allen : Leading, Planning, Organizing,
Controlling.
·
Prajudi Atmosudirdjo : Planning, Organizing,
Directing, atau Actuating and Controlling.
·
John Robert B., Ph.D : Planning, Organizing, Command
-ing, and Controlling.
- Henry Fayol : Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling.
- Luther Gullich : Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Repor-ting, Budgeting.
- Koontz dan O’Donnel : Organizing, Staffing, Directing, Planning, Controlling.
- William H. Newman : Planning, Organizing, Assem-bling, Resources, Directing, Controlling.
- Dr. S.P. Siagian., M.P : Planning, Organizing, motivating and Controlling.
- William Spriegel: Planning, organizing, Controlling
- Lyndak F. Urwick : Forecasting, Planning Orga-nizing, Commanding, Coordina-ting, Controlling.
- Dr. Winardi, S.E : Planning, Organizing, Coordi-nating, Actuating, Leading, Co-mmunication, Controlling
- The Liang Gie : Planning, Decision making, Directing, Coordinating, Control-ling, Improving.
- James A.F.Stoner : Planning, Organizing, Leading, and Controlling.
- George R. Terry : Planning, Organizing, Staffing, Motivating, and Controlling.
Dari
beberapa pendapat para penulis di atas dapat dikombinasikan, fungsi-fungsi
manajemen adalah sebagai berikut:
a. Planning
(Perencanaan)
Berbagai batasan tentang planning
dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat rumit. Misalnya yang
sederhana saja merumuskan bahwa perencanaan adalah penentuan serangkaian
tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Pembatasan yang terakhir
merumuskan perencaan merupakan penetapan jawaban kepada enam pertanyaan berikut
:
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan?
2. Apakah sebabnya tindakan itu harus
dikerjakan?
3. Di manakah tindakan itu harus
dikerjakan?
4. Kapankah tindakan itu harus
dikerjakan?
5. Siapakah yang akan mengerjakan
tindakan itu?
6. Bagaimanakah caranya melaksanakan
tindakan itu?
b. Organizing
(Pengelompokan)
Organizing (organisasi) adalah dua
orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai
sasaran spesifik atau sejumlah sasaran.
c. Directing/Commanding
(Komando/Bimbingan)
Directing atau Commanding adalah
fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran,
perintah-perintah atau instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas
masing-masing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar
tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula.
d. Motivating
(Motivasi)
Motivating atau pemotivasian
kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi,
semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara
suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan.
e. Coordinating
(Koordinasi)
Coordinating atau pengkoordinasian
merupakan salah satu fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar
tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan
menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat
kerja sama yang terarahdalam upaya mencapai tujuan organisasi.
f. Controlling
(Pengawasan)
Controlling atau pengawasan, sering
juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa
mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan
bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang
telah digariskan semula.
g. Reporting
(Laporan)
Reporting adalah salah satu fungsi
manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian
keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi
kepada pejabat yang lebih tinggi.
h. Staffing
(Penyusunan)
Staffing merupakan salah satu fungsi
manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari
merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga
memberi daya guna maksimal kepada organisasi.
i. Forecasting (Prediksi)
Forecasting adalah meramalkan,
memproyeksikan, atau mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang
akan terjadi sebelum suatu rancana yang lebih pasti dapat dilakukan.
j. Evaluating (Evaluasi)
Evaluating adalah proses pengawasan
dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk
menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan kemudian memecahkannya
sebelum masalah itu menjadi semakin besar.
4. Manajemen Sebagai Ilmu, Seni, dan
Profesi
Manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (James A.F Stoner, Management,
Prentice/ Hall International, Inc., Englewood Cliffs, New York, 1982, halaman
8).
Kata Manajemen berasal dari
bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan
dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima
secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen
sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti
bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, Ricky W. Griffin mendefinisikan
manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals)
secara efektif dan efesien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat
dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal; dalam
berbagai bidang seperti industri, pendidikan, kesehatan, bisnis, finansial dan
sebagainya. Dengan kata lain efektif menyangkut tujuan dan efisien menyangkut
cara dan lamanya suatu proses mencapai tujuan tersebut. Ilmu manajemen
merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang di sistemisasi, dikumpulkan dan
diterima kebenarannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya metode ilmiah yang
dapat digunakan dalam setiap penyelesaian masalah dalam manajemen.
a. Manajemen sebagai ilmu (science)
Manajemen sebagai ilmu (science)
yang obyektif-rasional, bisa dipelajari oleh siapa pun. Bahkan para ilmuwan
dengan sangat fasih menguraikan teori-teori manajemen yang dikembangkannya.
Tetapi apakah mereka mampu menerapkan dalam lingkup organisasi terkecil,
minimal di lingkungan kerjanya, itu soal lain. Teori-teori manajemen hanya
memberi sejumlah peluang, atau kemungkinan-kemungkinan, tanpa ada kepastian
keberhasilan. Teori manajemen hanya dapat membimbing kepada prestasi dan hasil
yang lebih baik. Sebagai ilmu, manajemen dengan sangat sistematis merupakan suatu
uraian menyeluruh mengenai konsep-konsep dan langkah-langkah praktis yang siap
implimentasi. Manajemen sebagai ilmu karena manajemen bisa dipelajari seperti
halnya ilmu pengetahuan. Seni karena keragaman. Manajemen sebagai profesi
karena manajemen bias digunakan sebagai batu pijak dan karir.
b. Manajemen
sebagai seni
Selain sebagai ilmu, manajemen juga
dianggap sebagai seni. Hal ini disebabkan oleh kepemiminan memerlukan kharisma,
stabilitas emosi, kewibawaan, kejujuran, kemampuan menjalin hubungan
antaramanusia yang semuanya itu banyak ditentukan oleh bakat seseorang dan aga
susah untuk dipelajari. Manajemen sebagai ilmu karena manajemen bisa dipelajari
seperti halnya ilmu pengetahuan. Seni karena keragaman. Manajemen sebagai
profesi karena manajemen bias digunakan sebagai batu pijak dan karir.
Luther Gulick mendefinisikan
manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan yang berusaha secara sistematis
untuk memahai mengapa dan bagaimana manusia berkerjasama untuk mencapai tujuan
dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Manajemen
bukan hanya merupakan ilmu atau seni, tetapi kombinasi dari keduanya. Kombinasi
ini tidak dalam proporsi yang tetap, tetapi dalam prporsi yang bermacam-macam.
Dengan mengandalkan manajemen sebagai seni (art), sementara seni berhubungan
dengan bakat, dan karenanya bersifat alamiah, maka pengetrapan manajemen hanya
mungkin bagi mereka yang terlahir memang berbakat. Dengan cara pandang ini,
teori manajemen hanya memberikan sejumlah prosedur, atau sebagai pengetahuan
yang sulit diterapkan. Karena proses manajamen ditentukan oleh subyektivitas,
atau style.
Selain itu juga, beberapa ahli
seperti Follet menganggap manajemen adalah sebuah seni. Hal ini disebabkan oleh
kepemimpinan memerlukan kharisma, stabilitas emosi, kewibawaan, kejujuran,
kemampuan menjalin hubungan antaramanusia yang semuanya itu banyak ditentukan
oleh bakat seseorang dan sulit dipelajari.
c. Manajemen
sebagai Profesi.
Banyak usaha telah dilakukan untuk
mengaplikasikan menajemen sebagai suatu profesi. Edgar H. Schein telah
menguraikan kriteria-kriteria untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang
dapat diperinci sebagai berikut:
·
Para profesional membuat keputusan
atas dasar prinsip- prinsip umum. Adanya pendidikan, dan program-program
latihan formal menunjukkan bahwa ada prinsip-prinsip manajemen tertentu yang
dapat diandalkan.
·
Para profesional mendapatkan status
tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya dan
kriteria politik atau sosial budayanya.
·
Para profesional harus ditentukan
oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk mereka yang menjadi
kliennya.
Manajemen telah berkembang menjadi
bidang yang semakin profesional melalui perkembangan yang menyolok
program-program latihan manajemen di universitas maupun diberbagai lembaga
manajemen swasta, dan melalui pengembangan para eksekutif organisasi
(perusahaan).
5. Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen.
Pada perkembangan peradaban rnanusia, ilmu terbagi dalam
tiga kelompok besar, yaitu :
1.
Ilmu yang mempelajari setia/seluruh
gejala, bentuk dan eksistensinya yang erat hubungannya dengan alam beserta
isinya dan secara universal mempunyai sifat yang pasti dan sarna serta tidak
dipisahkan oleh ruang dan waktu, disebut ilmu eksakta, contoh : fisika, kimia
dan biologi.
2.
IImu yang mempelajari seluruh gejala
rnanusia dan eksistensinya dalam hubungannya pada setiap aspek kehidupan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat dinamakan ilmu sosial/non eksakta, misalnya
: ekonomi, politik, psikologi, sosiologi, hukum, administrasi dan lain-lain.
3.
IImu humaniora, kumpulan pengetahuan
yang erat hubungannya dengan seni, misalnya : seni tari, seni lukis, seni
sastra, dan seni suara. IImu manajemen merupakan salah satu disiplin ilmu
sosial. Pada tahun 1886 Frederick W. Taylor melakukan suatu percobaan time and
motion study dengan teorinya ban berjalan. Dari sini lahirlah konsep teori
efisiensi dan efektivitas. Kemudian Taylor menulis buku berjudul The Principle
of Scientific Management (1911) yang merupakan awal dari lahirnya manajemen
sebagai ilmu. Di samping itu ilmu manajemen sebagai ilmu penegtahuan mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Adanya kelompok manusia, yaitu
kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih.
2.
Adanya kerjasama dari kelompok
tersebut.
3.
Adanya kegiatan Iproses/usaha.
4.
Adanya tujuan
Selanjutnya ilmu manajemen merupakan kumpulan disiplin ilmu
sosial yang mempelajari dan melihat manajemen sebagai fenomena dari masyarakat
modem. Dimana fenomena masyarakat modem itu merupakan gejala sosial yang
membawa perubahan terhadap organisasi. Ada beberapa adalah faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kehidupan suatu organisasi, yaitu : Tekanan pemilik
perusahaan, Kemajuan teknologi, Saingan baru, Tuntutan masyarakat,
Kebijaksanaan pemerintah, dan Pengaruh dunia Internasional.
Pada kenyataannya manajemen sulit dedifenisikan karena tidak
ada defenisi manajemen yang diterima secara universal. Mary Parker Follet
mendefenisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui
orang lain. Defenisi ini rnengandung arti bahwa para manajer untuk mencapai
tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas
yang mungkin dilakukan.
Manajemen memang bisa berarti seperti itu, tetapi bisa juga
mempunyai pengertian lebih dari pada itu. Sehingga dalam kenyataannya tidak ada
defenisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Stoner mengemukakan
suatu defenisi yang lebih kompleks yaitu sebagai berikut : "Manajemen
adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan,
usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya - sumber daya
organisasi lainnya agar rnencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan".
Dari defenisi di atas terlihat bahwa Stoner telah
rnenggunakan kata "proses", bukan "seni". Mengartikan
manajernen sebagai "seni" mengandung arti bahwa hal itu adalah
kemampuan atau ketrampilan pribadi. Sedangkan suatu "proses" adalah
cara sistematis untuk rnelakukan pekerjaan. Manajemen didefenisikan sebagai
proses karena semua manajer tanpa harus rnemperhatikan kecakapan atau
ketrampilan khusus, harus melaksanakan kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan
dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa pada dasarnya
manajemen merupakan kerjasama dengan orang-orang untuk menentukan,
menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan
fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan
(actuating), dan pengawasan (controlling). Sampai sekarang belum ada suatu
teori manajernen dapat diterapkan pada semua situasi. Seorang manajer akan
menjumpai banyak pandangan tentang manajemen. Setiap pandangan mungkin berguna
untuk berbagai masalah yang berbeda-beda.
Ada tiga aliran pemikiran manajemen yaitu :
a
Aliran klasik.
b
Aliran hubungan manusiawi
c
Aliran manajemen modem
Tingkatan
manajemen dalam organisasi akan membagi manajer menjadi tiga golongan yang
berbeda :
1.
Manajer lini pertama
Tingkat
paling rendah dalam suatu organisasi yang memimpin dan menagwasi tenaga-tenaga
operasional disebut manajemen lini (garis) pertama.
2.
Manajer menengah
Manajemen
menengah dapat meliputi bebrapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer
menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer lainnya dan
kadang-kadang juga karyawan operasional.
3.
Manajer puncak
Klasifikasi
manajer training pada suatu organisasi. Manajemen puncak bertanggung jawab atas
keseluruhan manajemen organisasi.
Prinsip
Teori Manajemen Aliran Klasik
Awal
sekali ilmu manajemen timbul akibat terjadinya revolusi industri di Inggris
pada abad 18. Para pemikir tersebut rnemberikan pematian temadap
masalah-masalah manajemen yang timbul baik itu di kalangan usahawan, industri
maupun masyarakat. Para pemikir itu yang terkenaI antara lain, Robert Owen,
Henry Fayol, Frederick W Taylor dan lainnya.
1.
Robert Owen (1771 -1858)
Robert Owen adalah orang yang menentang praktek-praktek
memperkerjakan anak-anak usia 5 atau 6 tahun dan standar kerja 13 jam per hari.
Tersentuh dengan kondisi kerja yang amat menyedihkan itu, beliau mengajukan
adanya perbaikan temadap kondisi kerja ini. Pada tahun-tahun awal revolusi
industri, ketika para pekerja dianggap instrumen yang tidak berdaya, Owen
melihat rneningkatkan kondisi kerja di pabrik, rnenaikkan usia minimum kerja
bagi anak-anak, mengurangi jam kerja karyawan, menyediakan makanan bagi
karyawan pabrik, mendirikan toko-toko untuk menjual keperluan hidup karyawan
dengan harga yang layak, dan berusaha memperbaiki lingkungan hidup tempat
karyawan tinggal, dengan membangun rumah-rumah dan membuat jalan, sehingga
lingkungan hidup dan pabrik rnenjadi menarik. Sebab itu, beliau disebut
"Bapak Personal Manajemen Modem".
Selain itu, Owen lebih banyak memperhatikan pekerja, karena
menurutnya, investasi yang penting bagi manajer adalah sumber daya manusia.
Selain mengenai perbaikan kondisi kerja, beliau juga rnembuat prosedur untuk
meningkatkan produktivitas, seperti prosedur penilaian kerja dan bersaing juga
secara terbuka.
2.
Charles Babbage (1792 -1871)
Charles Babbage adalah seorang guru besar matematika yang
tertarik pada usaha penilaian efisiensi pada operasional suatu pabrik, dengan
menerapkan prinsip-prinsip ilmiah agar terwujud peningkatan produktivitas dan
penurunan biaya. Beliau pertarna kali mengusulkan adanya pembagian kerja
berdasarkan spesialisasi pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan tertentu,
sehingga pekerjaan dibuat rutin dan lebih mudah dapat dikendalikan dengan alat
kalkulator. Babbage merupakan penemu kalkulator mekanis pada tahun 1822, yang
disebut "rnesin penambah dan pengurang (Difference Machine)", Prinsip
- prinsip dasamya digunakan pada mesin-mesin hitung hampir seabad kemudian.
Pada tahun 1833 beliau menyusun sebuah Mesin analitis (Analysical Machine),
yaitu sebuah komputer otomatis dan merupakan dasar computer modern, sehingga
beliau sering dinamakan Bapak Komputer". Tulisannya dituangkan dalam
bukunya yang beljudul "On the Economy Of Machinery and Manufactures"
(1832).
Beliau juga tertarik pada prinsip efisiensi dalam pembagian
tugas dan perkembangan prinsip-prinsip ilmiah, untuk menentukan seorang manajer
harus memakai fasilitas, bahan, dan tenaga kerja supaya rnendapatkan hasil yang
sebaik-baiknya. Disamping itu Babbage sangat memperhatikan faktor manusia, dia
menyarankan sebaiknya ada semacam sistem pembagian keuntungan antara pekerja
dan pemilik pabrik, sehingga para pekerja memperoleh bagian keuntungan pabrik,
apabila mereka ikut menyumbang dalam peningkatan produktivitas. Beliau
menyarankan para pekerja selayaknya menerirna pembayaran tetap atas dasar sifat
pekerjaan mereka, ditambahkan dengan pembagian keuntungan, dan bonus untuk
setiap saran yang mereka berikan dalam peningkatkan produktivitas.
3.
Frederick W. Taylor (1856 -1915)
Frederick W. Taylor dikenal dengan manajemen ilmiahnya dalam
upaya meningkatkan produktivitas. Gerakannya yang terkenal adalah gerakan
efisiensi kerja. Taylor membuat prinsip-prinsip yang menjadi intinya manajemen
ilmiah yang terkenal dengan rencana pengupahan yang menghasilkan turunnya biaya
dan meningkatkan produktivitas, mutu, pendapatan pekerjaan dan semangat kerja
karyawan. Adapun filsafat Taylor memiliki 4 prinsip yang ditetapkan yaitu :
1.
Pengembangan manajemen ilmiah secara benar.
2.
Pekerjaan diseleksi secara ilmiah dengan rnenempatkan pekerjaan yang cocok
untuk satu pekerjaan.
3.
Adanya pendidikan dan pengambangan ilmiah dari para pekerja.
4.
Kerjasama yang baik antara manajernen dengan pekerja.
Dalam
menerapkan ke-empat prinsip ini, beliau menganjurkan perlunya revolusi mental
di kalangan manajer dan pekerja. Adapun prinsip-prinsip dasar menurut Taylor
mendekati ilmiah adalah :
1.
Adanya ilmu pengetahuan yang menggantikan cara kerja yang asal-asalan.
2.
Adanya hubungan waktu dan gerak kelompok.
3.
Adanya kerja sarna sesama pekerja, dan bukan bekerja secara individual.
4.
Bekerja untuk hasil yang maksimal.
5.
Mengembangkan seluruh karyawan hingga taraf yang setinggi-tingginya, untuk
tingkat kesejahteraan maksimum para kaayawan itu sendiri dan perusahaan.
Buku-buku Taylor yang terkenal adalah "Shop management (1930)",
Principles Of Scientific Management (1911)", dan "Testimory Before
Special House Comittee (1912)". Dan pada tahun 1947, ketiga buku tersebut
digabungkan dalam 1 (satu) buku dengan judul "Scientific Management.
4.
HenryL Gant (1861 -1919)
Sumbangan
Henay L. Grant yang terkenal adalah sistem bonus harian dan bonus ekstra untuk
para mandor. Beliau juga memperkenalkan sistem "Charting" yang
terkenal dengan "Gant Chart". Ia menekankan pentingnya mengembangkan
minat hubungan timbal balik antara manajernen dan para karyawan, yaitu kerja
sarna yang harmonis. Henry beranggapan bahwa unsur manusia sangat penting
sehingga menggarisbawahi pentingnya mengajarkan, mengembangkan pengertian
tentang sistem pada pihak karyawan dan manajemen, serta perlunya penghargaan
dalam segala masalah manajemen. Metodenya yang terkenal adalah rnetode grafis
dalam menggambarkan rencana-rencana dan memungkinkan adanya pengendalian
manajerial yang lebih baik. Dengan rnenekankan pentingnya waktu maupun biaya
dalam merencanakan dan rnengendalikan pekerjaan. Hal ini yang menghasilkan terciptanya
"Gantt Chart" yang terkenal tersebut. Teknik ini pelopor teknikteknik
modern seperti PERT (Program Evaluation and Review Techique).
5.
The Gilbreths (Frank B. Gilbreth : 1868 -1924 dan Lilian Gilbreth : 1878-1972)
Suami
istri ini selain rnempelajari masalah gerak dan kelelahan, juga tertarik dengan
usaha membantu pekerja menampilkan potensinya secara penuhsebagai makhluk
manusia. Setiap langkah yang dapat rnenghasilkan gerak dapat mengurangi
kelelahan. Mereka juga terkenaI dengan tiga peran dari setiap pekerja yaitu
sebagai pelaku, pelajar dan pelatihan yang senantiasa mencari kesempatan baru,
atau terkenal dengan konsep "three position plan of promotion".
Banyak manfaat dan jasa yang diberikan oleh manajemen ilmiah, namun satu hal
penting dilupakan oleh manajemen ini, yaitu kebutuhan sosial manusia dalam
berkelompok, karena terlalu mengutamakan keuntungan dan kebutuhan ekonomis dan
fisik perusahaan dan pekerjaan. Aliran ini melupakan kepuasan pekerjaan pekerja
sebagai manusia biasa. Perhatian Lilian Gilbreth tertuju pada aspek manusia
dari kerja dan perhatian suamianya pada efisiensi -yaitu usaha untuk menemukan
cara satu-satunya yang terbaik dalam melaksanakan tugas tertentu. Dalam
menerapkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah, harus memandang para pekerja dan
mengert kepribadian serta kebutuhan mereka. Ketidakpuasan di antara pekerja
karena kurang adanya perhatian dari pihak manajemen terhadap pekerja.
6.
Henry Fayol (1841 -1925)
Henry
Fayol mengarang buku "General and Industrial management". Pada tahun
1916, dengan sebutan teori manajemen klasik yang sangat memperhatikan
produktivitas pabrik dan pekerja, disamping memperhatikan manajemen bagi satu
organisasi yang kompleks, sehingga beliau menampilkan satu metode ajaran
manajemen yang lebih utuh dalam bentuk cetak biru. Fayol berkeyakinan
keberhasilan para manajer tidak hanya ditentukan oleh mutu pribadinya, tetapi
karena adanya penggunaan metode manajemen yang tepat. Sumbangan terbesar dari
Fayol berupa pandangannya tentang manajemen yang bukanlah semata kecerdasan
pribadi, tetapi lebih merupakan satu keterampilan yang dapat diajarkan dari
dipahami prinsip-prinsip pokok dan teori umumnya yang telah dirumuskan. Fayol
membagi kegiatan dan operasi perusahaan ke dalam 6 macam kegiatan :
a.
Teknis (produksi) yaitu berusaha
menghasilkan dan membuat barang-barang produksi.
b.
Dagang (Beli, Jual, Pertukaran)
dengan tara mengadakan pembelian bahan mentah dan menjual hasil produksi.
c.
Keuangan (pencarian dan penggunaan
optimum atas modal) berusaha mendapatkan dan menggunakan modal.
d.
Keamanan (perlindungan harga milik
dan manusia) berupa melindungi pekerja dan barang-barang kekayaan perusahaan.
e.
Akuntansi dengan adanya pencatatan
dan pembukuan biaya, utang, keuntungan dan neraca, serta berbagai data
statistik.
f.
Manajerial yang terdiri dari 5
fungsi :
1)
Perencanaan (planning) berupa
penentuan langkah-langkah yang memungkinkan organisasi mencapai
tujuan-tujuannya.
2)
Pengorganisasian dan (organizing),
dalam arti mobilisasi bahan materiil dan sumber daya manusia guna melaksanakan
rencana.
3)
Memerintah (Commanding) dengan
memberi arahan kepada karyawan agar dapat menunaikan tugas pekerjaan mereka.
4)
Pengkoordinasian (Coordinating)
dengan memastikan sumber-sumber daya dan kegiatan organisasi berlangsung secara
harmonis dalam mencapai tujuannya.
5)
Pengendalian (Controlling) dengan
memantau rencana untuk membuktikan apakah rencana itu sudah dilaskanakan
sebagaimana mestinya.
Selain
hal-hal pokok diatas, masih ada beberapa ajaran Fayol lainnya yaitu :
1.
Keterampilan yang dibutuhkan oleh
manajer tergantung kepada tempat pada tingkatan organisasi, yang rendah lebih
membutuhkan keterampilan dan kemampuan teknis dibandingkan dengan keterampilan
manajerial pada manajer tingkat atas.
2.
Kemampuan dan ketrampilan manajemen
harus diajarkan dan dipelajari, sehingga tidak mungkin hanya diperoleh melalui
praktek, timbul tenggelam seperti orang belajar menyelam tanpa guru.
3.
Kernampuan dan keterampilan manajemen
dapat diterapkan pada segala bentuk dan jenis organisasi, seperti rumah tangga,
pemerintah, partai, industri dan lainlain.
4.
Prinsip-prinsip manajemen lebih baik
daripada hukum manajemen, karena hukum bersifat kaku, sedang prinsip bersifat lebih
luwes, sehingga dapat disesuaikan pada keadaan yang dihadapi.
5.
Ada 14 macam prinsip manajemen dari
Fayol, yaitu :
a.
Pembagian kerja (Division of labor),
yaitu sernakin mengkhusus manusia dalam pekerjaannya, semakin efisien kerjanya,
seperti terdapat pada ban berjalan.
b.
Otoritas dan tanggung jawab
(Authority and Responsibility) diperoleh melalui perintah dan untuk dapat
memberi perintah haruslah dengan wewenang formil. Walaupun demikian wewenang
pribadi dapat mernaksa kepatuhan orang lain.
c.
Disiplin (discipline), dalam arti
kepatuhan anggota organisasi terhadap aturan dan kesempatan. Kepemimpinan yang
baik berperan penting bagi kepatuhan ini dan juga kesepakatan yang ad ii,
seperti penghargaan terhadap prestasi serta penerapan sangsi hukum secara adil
terhadap yang menyimpang.
d.
Kesatuan komando (Unity of commad),
yang berarti setiap karyawan hanya menerima perintah kerja dari satu orang dan
apabila perintah itu datangnya dari dua orang atasan atau lebih akan timbul
pertentangan perintah dan kerancuan wewenang yang harus dipatuhi.
e.
Kesatuan pengarahan (unity of
Direction), dalam arti sekelompok kegiatan yang mempunyai tujuan yang sarna
yang harus dipimpin oleh seorang manajer dengan satu rencana kerja.
f.
Menomorduakan kepentingan perorangan
terhadap terhadap kepentingan umum (Subordination of Individual interest to
general interes), yaitu kepentingan perorangan dikalahkan terhadap kepentingan
organisasi sebagai satu keseluruhan.
g.
Renumerasi Personil (Renumeration of
personnel), dalam arti imbalan yang adil bagi karyawan dan pengusaha.
h.
Sentralsiasi (Centralisation), dalam
arti bahwa tanggung jawab akhir terletak pada atasan dengan tetap memberi
wewenang memutuskan kepada bawahan sesuai kebutuhan, sehingga kemungkinan
adanya desentralisasi.
i.
Rantai Skalar (Scalar Chain), dalam
arti adanya garis kewenangan yang tersusun dari tingkat atas sampai ke tingkat
terendah seperti tergambar pada bagan organisasi.
j.
Tata-tertib (Order), dalam arti
terbitnya penempatan barang dan orang pada tempat dan waktu yang tepat.
k.
Keadilan (Equity), yaitu adanya
sikap persaudaraan keadilan para manajer terhadap bawahannya.
l.
Stabilitas masa jabatan (Stability
of Penure of Personal) dalam arti tidak banyak pergantian karyawan yang ke luar
masuk organisasi.
m.
Inisiatif (Initiative), dengan
memberi kebebasan kepada bawahan untuk berprakarsa dalam menyelesaikan
pekerjaannya walaupun akan terjadi kesalahan-kesalahan.
n.
Semangat Korps (Esprit de Corps),
dalam arti meningkatkan semangat berkelompok dan bersatu dengan lebih banyak
menggunakan komunikasi langsung daripada komunikasi formal dan tertulis.
Banyak kritik yang dilemparkan kepada teori organisasi dan
peranannya terhadap prilaku manajer yang efektif. Juga keyakinannya bahwa
prinsip-prinsip manajemen itu dapat diajarkan dan dipelajari. Kritik terhadap
teori salah satu datang dari Henry Mintzberg yang menyatakan bahwa teori ini
hanya sesuai untuk organisasi masa lampau yang lebih stabil dengan lingkungan
yang lebih mudah diramalkan. Teori ini juga terlalu berpegang kepada kewenangan
formil dan sering antara satu prinsip tidak sejalan dengan prinsip lainnya,
seperti antara prinsip “Division of Labor” dengan “Unity of Command”. Teori
peralihan dari teori organisasi klasik dilanjutkan oleh periode peralihan yang
diwakili antara lain oleh 3 (tiga) orang tokoh manajemen yaitu:
7.
Mary Parker Folett (1868-1933)
Mari percaya bahwa adanya hubungan yang harmonis antara
karyawan dan manajemen brdasar persamaan tujuan, namun tidak sepenuhnya benar
untu memisahkan atasan sebagai pemberi perintah dengan bawahan sebagai penerima
perintah. Beliau menganjurkan kedudukan kepemimpinan dalam organisasi, bukan
hanya karena kekuasaan yang bersumber dari kewenangan formil, tapi haruslah
berasal dari pada pengetahuan dan keahliannya sebagai manajer.
8.
Oliver Sheldon (1894 -1951)
Filsafat rnanajemen yang pertama kali ditulis dalam bukunya
pada tahun 1923, yang menekankan tentang adanya tanggung jawab sosial dalam
dunia , usaha, sehingga etika sarna pentingnya dengan ekonomi alam manajemen,
dalam arti melakukan pelayanan barang dan jasa yang tepat dengan harga yang
wajar kepada masyarakat. Manajemen juga harus memperlakukan pekerja dengan adil
dan jujur. Beliau menggabungkan nilai-nilai efisiensi manajemen ilmiah dengan
etika pelayanan kepada masyarakat. Ada 3 prinsip dari Oliver, yaitu :
a.
Kebijakan, keadaan dan metoda
industri haruslah sejalan dengan kesejahteraan masyarakat.
b.
Manajemen seharusnyalah mampu
menafsirkan sangsi moral tertinggi masyarakat sebagai keseluruhan yang memberi
makna praktis terhadap gagasan keadilan sosial yang diterima tanpa prasangka
oleh masyarakat.
c.
Manajemen dapat mengambil prakarsa
guna meningkatkan standar etika yang umum dan konsep keadilan sosial.
9.
ChesterL. Barnard (1886 -1961)
Berdasarkan kesukaannya dalam bacaan-bacaan sosiologi dan
filsafat, kemudian Bernard merumuskan berbagai teori tentang kehidupan
organsasi. Menurut dia rnanusia itu masuk organisasi karena ingin mencapai
tujuan pribadinya melalui pencapaian tujuan organisasi yang tak mungkin dapat
dicapainya sendiri. Chester L. Bernard beasumsi bahwa perusahaan akan berjalan
efisien dan hidup terus, apabila dapat menyeimbangkan antara pencapaian tujuan
dan kebutuhan individu. Beliau juga menyatakan peranan organisasi informal
sangat menentukan suksesnya suatu tujuan perusahaan. Bukunya yang terkenal
berjudul "The Functions of the Executive" (1983). Yang menulis
tentang rnanajer berdasarkan suatu pendekatan sistem sosial, untuk mengerti dan
menganalisis fungsi-fungsi eksekutif. Ia juga memperhatikan tugas-tugas utama
eksekutif dalam kegiatan beroperasi perusahaan. Adapun tugas eksekutif adalah
memelihara suatu sistem usaha kerja sarna dalam organisasi formal.
6. Perkembangan Manajemen di Negara
Maju dan Negara Berkembang.
Perkembangan industri Negara maju
dapat kita lihat diindustri barat. Industri Barat maju pesat sejak revolusi
industri, kualitas hidup makin membaik dengan munculnya jasa pelayanan kereta
api, listrik, kapal api, pabrik gula dan sebagainya. Kemajuan industri makin
cepat dengan revolusi mekanisasi ini. Konsep manajemen perbengkelan dari F.W. Taylor
(1895), salah seorang anggota American Society of Mechanical Engineers,
menandai munculnya metoda Scientific Management yang kemudian
aplikasinya diperluas, me-rasionalisasi berbagai dasar pemikiran manajemen,
menjadi sistem manajemen ilmiah rasional Taylor yang dikenal di industri dan
dunia birokrasi sampai saat ini.
Pengembangan dasar pemikiran
manajemen itu lebih didasari oleh budaya Barat yang berciri menonjol dalam
kompetisi, sifat individu dan peran rasional otak kiri manusia. Perkembangan
itu demikian sukses sehingga industri-industri Barat maju cepat, makin canggih
dan membesar skalanya. Puncak industri mobil di Amerika misalnya, ditandai
dengan penerapan konsep assembly line atau lini perakitan dari Ford.
Dalam hal ini ciri-ciri pengembangan atas dasar karakter individual-rasional
otak kiri dalam industri manufaktur sangat menonjol.
Teori X beranggapan bahwa sikap
manusia terhadap pekerjaan sangat pasif, oleh karena itu perlu penerapan
standarisasi pekerjaan, pengawasan, serta sistem penggajian berdasarkan
prestasi. Sedangkan teori Y beranggapan bahwa jika manusia diberi motivasi yang
cukup, mereka cenderung menikmati pekerjaan mereka secara aktif dan kreatif.
Oleh karena itu manajer cukup memberi motivasi dan menciptakan suasana
lingkungan kerja yang baik serta otonomi kepada karyawan maka produktivitas
akan meningkat. Teori Y merupakan motor pendorong dalam perencanaan program
ruang angkasa pada tahun 1970 dan komunikasi komputer pada tahun 1980 di
Amerika.
Menjadi ciri industri Barat, sebelum
suatu industri didirikan, perancangan dan perencanaan telah dilakukan secara
rinci, layout pabrik, fasilitas, mesin, aliran produk dan bahan,
hubungan aktivitas, serta prosedur kerja standar telah ditulis dan
didokumentasikan dengan lengkap. Tidak mengherankan bila 25 tahun kemudian
industri tersebut cenderung tidak mengalami perubahan yang berarti. Memang
manajemen industri Barat ini terstruktur rapi dan rinci sehingga pengelolaannya
terkesan sistematis, akan tetapi struktur ini cenderung kaku, karena memang
tidak dirancang untuk mengadaptasi dan mengakomodasi perubahan lingkungan yang
mungkin akan timbul.
Dalam merancang sistem produksi,
suplai komponen dan bahan memerlukan kecanggihan teknologi, yang mencakup
sebagian besar hingga keseluruhan aspek industri. Dengan sesedikit mungkin
intervensi manusia, kecanggihan komputer diperlukan untuk perancangan ini, mulai
dari MRP (Material Requirement Planning), MRP II (Manufacturing Resource
Planning) hingga CIM (Computer Integrated Manufacturing).
Biaya investasi yang cukup besar
diperlukan untuk mendirikan perusahaan yang akan menuntut komitmen jangka
panjang ini.
Sistem Ford adalah suatu sistem
produksi masal yang didasarkan pada aliran kerja, yang kadang‑kadang disebut
sistem otomasi. Ini adalah sistern produksi masal sejati di mana bahan mentah
diolah dengan mesin dan dibawa di sepanjang ban berjalan untuk diubah menjadi
suku cadang rakitan. Dengan lini rakit yang bergerak dengan kecepatan tetap,
komponen dari berbagai jenis kemudian dipasok ke setiap proses perakitan akhir,
sehingga akhirnya menjadi mobil rakitan lengkap yang keluar satu persatu dari
lini.
Metode produksi ini mencerminkan
falsafah manajemen bisnis, individualitas orang yang memimpin pabrik dan
membentuk budaya hidup karyawan industri. Sistem assembly line ini sekarang
sudah diadopsi di berbagai sistem produksi pada umumnya.
Spesialisasi merupakan inti
pembagian kerja manajemen industri Barat. Keunggulan spesialisasi antara lain
bahwa tenaga kerja yang memenuhi syarat mudah didapatkan karena hanya
dipersyaratkan memiliki ketrampilan terbatas saja, untuk itu keperluan training
yang dibutuhkan bisa lebih cepat. Upah karyawan tentunya bisa lebih rendah dan
untuk instruksi maupun kendalinya lebih sederhana. Dengan demikian tingkat
mekanisasi dan otomatisasinya bisa menjadi tinggi.
Pukulan balasan dari kemajuan
industri Jepang yang mendasari diri dengan filosofi industri Just-In-Time
sangat berat dirasakan oleh industri Amerika pada tahun 1980-an. Harley
Davidson yang telah memasuki usia 80 tahun, antara tahun 1981-82 menderita rugi
demikian parah karena datangnya empat pesaing industri Jepang, yaitu Honda,
Yamaha, Suzuki dan Kawasaki. Kerugian ini akibat dari kekecewaan pelanggan
sebelumnya pada produk Harley Davidson yang dianggap terlalu mahal, dan juga
pelayanan purna jual yang dikenal tidak memuaskan.
Penerapan JIT membuat perusahaan ini
sehat kembali. Antara tahun 1982-86 terjadi perbaikan kinerja, produktivitas
karyawan naik 50 %, pengerjaan ulang turun 80 %, biaya garansi turun 46 %.
Perusahaan sepeda motor ini mulai untung kembali sejak 1983 (Dilworth, 1989).
Pada perusahaan-perusahaan yang lain terjadi pula perubahan yang spektakuler.
Rangkuman dari lima perusahaan Amerika ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel
6 Perbaikan spektakuler karena JIT di Amerika
Average lead time reduction
|
90 %
|
Inventory turun
|
35 - 79 %
|
Change-over time turun
|
75-94 %
|
Harga material yang dibeli turun
|
6-11 %
|
Cost of quality turun
|
26-63 %
|
Sumber : Dilworth, 1989.
Antara tahun 1993-1995, pada
kebanyakan industri Amerika Serikat, penurunan pemborosan waktu disampaikan
pada Tabel 7 (Imai, 1997).
Tabel
7 Penurunan Pemborosan Waktu Karena JIT
Kegiatan
|
Penurunan
|
Kegiatan
|
Penurunan
|
Waktu setup
|
66,4
|
Jarak lintasan gerak benda kerja
|
54,1
|
Waktu tempuh produksi
|
55,7
|
Luas tempat kerja
|
29,4
|
Waktu siklus kerja
|
17,9
|
Jumlah komponen per unit
|
57,0
|
Penghentian jalur produksi
|
52,1
|
Biaya cacat produksi
|
95,0
|
Kebutuhan tenaga kerja
|
32,0
|
Pengerjaan ulang
|
71,7
|
Barang dalam proses
|
59,3
|
Gagal produksi
|
45,9
|
Persediaan barang jadi
|
43,5
|
Kebutuhan jumlah mesin
|
34,0
|
Sumber : Imai, 1977.
Tahun 1980-an industri Amerika
banyak menderita kerugian karena produk-produk Jepang banyak merebut pasar
industri Amerika. Meskipun sebagian industri kembali sehat setelah menerapkan
filosofi JIT kedalam sistem produksinya, tetapi tentu saja konsep manajemen JIT
yang bercorak budaya Timur ini tidak dengan mudah diterima masyarakat Barat.
Oleh karenanya konsep nilai atau corak manajemen yang lebih sesuai dengan
budaya Amerika perlu dicari.
Sejarah perkembangan industri
Amerika terkait dengan politik luar negeri negara adi daya ini. Dari
perkembangan industri teknologi tinggi yang dimotori oleh ancaman perang nuklir
antar benua tahun 1960-an, yang setelah memasuki abad ruang angkasa bergeser
menjadi perlombaan pendaratan manusia di bulan, muncullah Amerika dengan teknologi-teknologi
yang berisiko tinggi. Kegagalan misi Apollo-13 dan kecelakaan pesawat ulang
alik Chalenger memberikan pelajaran yang sangat pahit bagi sejarah pengembangan
teknologi Amerika. Dari pengalaman ini kemudian muncul konsep tentang kehandalan
atau reliability (Cox dan Tait, 1993).
Konsep kehandalan ini melengkapi
konsep Quality Control Amerika. Memang waktu itu produk Amerika, yang
hanya lolos Quality Control, kurang bisa berkompetisi menghadapi produk
Jepang yang menggunakan label TQC, yang memang benar-benar terbebas dari cacat.
Dengan pengembangan konsep kehandalan ini, yang menuntut penelusuran
langkah-langkah proses dan menekan tingkat probabilitas cacat sampai tingkat
yang dikehendaki, akhirnya kualitas produk Amerika mulai diyakini pelanggan dan
costumer satisfaction pun meningkat. Konsep ini sebenarnya hanyalah
bentuk lain dari TQC dan Quality Circles industri Jepang.
Pelajaran saat Motorola diambil alih
oleh industri Jepang meripakan pengalaman berharga. Perusahaan Motorola dibawah
manajemen Jepang, segera memproduksi televisi dengan jumlah kerusakan satu
dibanding dua puluh dari yang pernah diproduksi di bawah manajemen Motorola.
Sejak saat itu Motorola memutuskan untuk menekuni kualitas dengan serius.
Kualitas itu dipandang identik dengan kepuasan pelanggan.
Untuk pencapaian kualitas dan
pemenuhan kepuasan pelanggan, Motorola berkonsentrasi pada beberapa inisiatif
operasional kunci. Pertama "Kualitas Six Sigma", yaitu suatu
pengukuran statistik variasi hasil yang diharapkan Six Sigma, berupa penurunan
cacat tidak lebih dari 3,4 per juta produk, termasuk pelayanan pelanggan.
Kedua, pengurangan siklus waktu total atau delivery time, yaitu mulai
dari saat pelanggan menempatkan pesanan sampai barang dikirim. Hal ini
memerlukan pemeriksaan sistem total, termasuk desain, produksi, pemasaran, dan
administrasi. Dengan JIT, yang diterapkan sebelumnya guna pengurangan
pemborosan, lengkap sudah konsep QCD sebagai definisi dari kualitas.
Karyawan seluruh tingkat terlibat.
Karyawan yang bukan eksekutif berpartisipasi melalui Participative
Management Program Motorola. Tim sering bertemu untuk menilai kemajuan
pemenuhan tujuan kualitas, identifikasi inisiatif baru dan penyelesaian
permasalahan. Imbalan bagi pekerjaan kualitas tinggi diperoleh dari pembagian
hasil penghematan rekomendasi tim. Motorola selalu mengukur tingkat kualitas
untuk dapat konsisten melebihi pesaingnya. Setiap enam kelompok utama memiliki
program patokan yang menganalisis semua aspek dari produk pesaing untuk menilai
kemampuan produksi, kehandalan, biaya produksi dan kinerja.
Kesadaran baru dari konsep ini
adalah berlakunya Paradoks Manajemen. Artinya, untuk mencapai tingkat kinerja
Six Sigma, harus dikurangi ketidakpastian (variasi) dengan cara membangun
kemampuan fleksibilitas, yaitu mampu mengakomodasi ketidakpastian. Revolusi
penting dari manajemen baru ini salah satunya adalah diperbolehkannya tim dan
individu untuk mencoba hal baru. Hal ini berarti bahwa manajemen Motorola mulai
memahami nonlinieritas hubungan antar-manusia dan pengembangan teknologi. Pemborosan
harus dikurangi untuk mendapatkan kinerja optimum, untuk itu diperlukan proses
mencoba hal-hal baru meskipun itu juga sebuah pemborosan. Pemimpin harus
waspada untuk meyakinkan bahwa paradoks ini dimengerti. Dengan tuntutan
kualitas seperti diatas, diperlukan kemampuan tim dan individual yang memahami
gabungan konsep manajemen otak kiri dan otak kanan yang tergabung secara
sinerji.
Dengan demikian manajemen Six Sigma
ini dalam banyak sudut memiliki kemiripan dengan kerangka dasar manajemen
industri Jepang, hanya saja hubungan sebab-akibatnya agak terbalik. Manajemen
ini berawal dari tujuan memuaskan pelanggan, sehingga diperlukan penekanan
cacat dan kegagalan yang terukur agar tetap rendah. Untuk itu diperlukan kerja
tim yang sangat sinergi, banyak berkomunikasi, selalu rajin mencari peluang
perbaikan dan berani mencoba hal-hal baru.
Melalui produksi massal khusus,
perusahaan dapat memenuhi pesanan pager atau seluler yang tepat dalam
beberapa menit setelah pesanan diterima. Motorola kini dapat membangun pager
dan telepon seluler dalam satuan berkisar dari satu unit sampai
100.000(Pyzdek, 2002).
7. Hal Yang Mempengaruhi Perkembangan Manajemen
Pada hakekatnya ada factor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba.
Menurut Watt dan Zimmerman, (1986) ada tiga hipotesis yang melatarbelakangi
terjadinya manajemen laba, antara lain :
(1) Bonus plan hypothesis. Manajemen akan memilih
metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi.
Manajer perusahaan akan memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih
banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
(2) Debt covenant hypothesis. Manajemen yang
melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih. metode akuntansi yang
memiliki dampak meningkatkan laba. Ini untuk menjelaskan reputasi mereka dalam
pandangan pihak eksternal.
(3) Political cost hypothesis. Semakin besar
perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode
akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang
tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan
peraturan anti trust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan
lain-lain.
Menurut Scott (2000) motivasi terjadinya manajemen laba, antara
lain :
(1). Bonus Purposes. Manajemen yang memiliki
informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk
melakukan menajemen laba dengan memaksimalkan laba dengan memaksimalkan laba
saat ini.
(2) Political Motivations. Manajemen laba digunakan
untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan
cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang
mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
(3) Taxation motivations. Motivasi penghematan pajak
menjadi motivasi manajemn laba yang paling nyata berbagai metode akuntansi
digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
(4). Pergantian CEO. CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung
menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Jika kinerja perusahaan
buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
(5) Initial Public Offering (IPO). Perusahaan yang
akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan
yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan
harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
(6) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor. Informasi
mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga
pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan
tersebut dalam kinerja yang baik.
8. Manajemen Perubahan
Perubahan adalah respon terencana atau tak
terencana terhadap tekanan-tekanan dan desakan-desakan yang ada. Manajemen
Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang
ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan mempunyai
manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka
dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan dapat terjadi karena
sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.
Perubahan bertujuan agar organisasi tidak
menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman,
kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan masyarakat adalah peningkatan
kesadaran masyarakat akan pelayanan yang berkualitas. Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda,
dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda
pula. Tiga macam perubahan tersebut
adalah:
a. Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan
dibangun melalui proses organisasi;
b. Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan
atau nilai yang telah dicapai organisasi;
c. Perubahan Inovatif, yang mencakup cara
bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.
Tahap-Tahap
Manajemen Perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama
adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar
(dorongan eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya
tahapan perubahan. Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1, yang merupakan tahap identifikasi
perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan
apa yang akan dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini seseorang atau kelompok
dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap
2, adalah tahap perencanaan
perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional
tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam
proses ini perlu dipertimbangkan adanya faktor pendukung sehingga perubahan
dapat terjadi dengan baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan
dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang
diharapkan. Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul
masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik.
Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini
dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut. Hasil evaluasi ini
dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang
diinginkan berikutnya.
Sasaran-Sasaran Perubahan
Dalam menganalisa sasaran-sasaran perubahan
yang sifatnya organisasional, hendaknya selalu diperhatikan kaitan antara
sasaran-sasaran yang ingin dicapai itu dengan tujuan yang hendak dicapai,
sepanjang tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tidak turut diubah. Memang
bukan hal yang mustahil terjadi bahwa tujuan organisasi pun dirasakan
memerlukan perubahan, baik dalam arti keseluruhan, maupun komponen tertentu
dari tujuan tersebut.
Berikut adalah sasaran-sasaran perubahan
tersebut:
a. Perubahan dalam struktur
organisasi
Komponen organisasi yang amat sering dijadikan sebagai
salah satu sasaran perubahan organisasional adalah stuktur organisasi.
Perubahan dalam struktur organisasi meliputi :
- Perumusan dalam rumusan atau segi-segi tertentu pada tujuan yang telah ditetapkan.
- Perubahan dalam mision yang hendak diemban. Seperti misalnya mission suatu Angkatan Bersenjata yang dirumuskan dengan gaya tertentu dalam suasana damai yang perlu diubah apabila negara dalam keadaan perang.
- Perubahan dalam rumusan, sifat dan jenis tugas pokok, tugas dan kegiatan operasional.
- Perubahan dalam beban kerja yang dipikul oleh organisasi sebagai keseluruhan atau komponen-komponen tertentu dari organisasi.
b. Perubahan prosedur kerja.
Perubahan dalam bidang prosedur kerja dapat saja terjadi
dengan atau tanpa perubahan dalam struktur organisasi. Perubahan dalam prosedur
kerja dapat terjadi secara menyeluruh dan mencakup seluruh peroses
administrasi, ataupun terjadi secara inkeremental artinya hanya mencakup sebagian
proses administrasi. Perubahan prosedur kerja meliputi:
1. Perubahan prosedur kerja dalam kegiatan
investigatif dalam rangka analisa dan perumusan kebijaksanaan. Dalam rangka
analisa san perumusan kebijaksanaan, organisasi-organisasi modern melakukan
kegiatan investigatif atau dengan kata lain usaha pengumpulan informasi. Jika
misalnya suatu organisasi mengambil keputusan untuk mengubah strategi dan
caranya memperoleh informasi, keputusan tersebut tentunya mempunyai implikasi
dalam bentuk perubahan dalam prosedur kerja untuk memenuhi kebutuhan organisasi
akan informasi tertentu.
2. Perubahan prosedur kerja dalam perumusan
kebijaksanaan. Hal ini berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para
pemimpin organisasi. Artinya, jika seorang pemimipin menerapkan manajemen
terbuka dan sifatnya partisipatif, ia akan mengajak bawahannya untuk berperan
aktif dalam perumusan kebijaksanaan. Cara dan pendekatan seperti ini mungkin
terasa berbelit-belit dan rumit, akan tetapi dipandang dari segi perilaku administratif,
jalan inilah merupakan cara yang terbaik. Atau sebaliknya ketika seorang
pemimpin menjalankan manajemen yang sifatnya otoriter ia akan menutup
partisipasi bawahannya dalam proses perumusan kebijaksanaan tersebut
3. Perubahan prosedur kerja dalam proses pengambilan
keputusan. Sebagaimana halnya dengan proses perumusan kebijaksanaan, proses
pengambilan keputusan juga berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan
para pemimpin organisasi. Dalam proses pengambilan keputusan perlu dirumuskan
secara tegas dan jelas sifat dan bentuk keterlibatan berbagai pihak, termasuk
segala perubahan yang dianggap perlu untuk peningkatan efisiensi dan
efektifitas kerja baik di tingkat individual maupun pada tingkat
organisasional.
4. Perubahan prosedur dalam perencanaan. Hal ini
berkaitan dengan kepekaan dan sikap tanggap terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi dalam berbagai bidang diluar organisasi yang pengaruhnya dirasakan
dalam pelaksanaan tugas fungsional organisasi. Perubahan-perubahan tersebut
berimplikasi terhadap kualitas, jenis dan bentuk informasi yang diperlukan
dalam menyusun rencana yang pada gilirannya mungkin menuntut perubahan dalam
prosedur kerja. Misalnya, suatu organisasi niaga yang memproduksi mobil mewah.
Tiba-tiba terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok
naik. Sehingga orang-orang terpaksa mempertimbangkan kembali niatnya untuk
membeli mobil mewah dan lebih banyak memikirkan untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya yang lebih mendesak. Hal ini mengakibatkan organisasi niaga tersebut
harus mengadakan penyesuaian tertentu dalam menyusun rencana kerjanya baik
dalam rencana produksi, penggudangan, pemasaran dan sebagainya.
5. Perubahan prosedur kerja dalam
pengorganisasian. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang bersifat struktural
dalam organisasi.
6. Perubahan perubahan prosedur kerja dalam
pergerakan bawahan. Hal ini berkaitan dengan faktor motivasional yang bersifat
kebendaan dan non-kebendaan dari para anggota organisasi. Para anggota
organisasi akan menerima perubahan yang akan terjadi apabila dalam diri mereka
timbul keyakinan bahwa perubahan yang terjadi itu akan menguntungkan atau
bahkan merugikannya. Disamping itu pimpinan organisasi memang perlu untuk
selalu mencari dan menemukan prosedur baru yang dapat menguntungkan bagi
organisasi dan yang memberi kemudahan bagi para anggotanya. Misalnya pada
prosedur pembayaran gaji dan upah. Pembayaran gaji dengan cara yang
konvensional dengan cara antri di depan loket pembayaran gaji mungkin lebih
efisien dan lebih mudah apabila diganti dengan sistem pembayaran transfer via
rekening. Hal tersebut diatas dapat mempunyai efek motivasional yang tidak
kecil artinya.
7. Perubahan prosedur kerja dalam melaksanakan
tugas operasional. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan, cara kerja dan prosedur
kerja operasional yang sudah biasa dipergunakan oleh para petugas operasional
yang yang tidak mudah untuk diubah. Masalahnya sering berubah dari masalah yang
bersifat teknis menjadi masalah sikap. Contohnya para petani yang tinggal di daerah
pedesaan dan hidup dalam lingkungan yan dapat dikatakan tradisional, sudah
mempunyai persepsi dan kebiasaan tertentu tentang cara bercocok tanam atau
bertani. Persepsi dan kebiasaan tertentu itu bahkan mungkin sudah dianggap
sebagai satu-satunya persepsi dan kebiasaan yang benar dan oleh karena itu
tidak perlu diubah lagi. Apalagi kalau mengingat bahwa persepsi dan kebiasaan
itu telah berlaku turun-temurun di masyarakat. Apabila ada usaha dari
pemerintah misalnya untuk mengubah persepsi dan kebiasaan itu tidak mudah dan
memerlukan kesabaran, tenaga, biaya, waktu yang tidak sedikit. Umpamanya
kebiasaan dalam menyuburkan tanah dengan cara lama yang menggunakan pupuk
kimiawi diganti dengan cara menggunakan pupuk organik. Jelaslah bahwa mengubah
prosedur kerja operasional tidak tepat apabila hanya dipandang sebagai masalah
teknis saja, karena sering yang menjadi penghalang adalah justru sikap mental
yang mengakibatkan orang tidak mau atau enggan menerima perubahan. Kareanya,
pendekatan yang diperlukan tidak hanya pendekatan teknis, melainkan juga
pendekatan psikologis dan perilaku.
8. Perubahan prosedur kerja dalam hal melakukan
pengawasan. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting artinya
dalam meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas kerja. Dengan kata
lain, pengawasan amat penting peranannya dalam menghilangkan atau mengurangi
pemborosan dan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Misalnya, dalam usaha pengumpulan fakta dan data operasional dengan teknologi informasi
dapat meningkatkan efisiensi pengawasan yang nantinya akan meningkatkan
efisiensi organisasi.
c. Perubahan Dalam Hubungan
Kerja Antar Personal.
Hubungan yang serasi antara semua orang dalam organisasi
adalah suatu hal yang sangat penting, oleh karena itu suasana demokratis dan
partisipatif perlu dikembangkan dan dipelihara dalam organisasi. Jika
organisasi dikelola dengan cara-cara yang otoriter, diktatorial, tertutup dan
melalui "tangan besi", organisasi demikian diperkirakan akan gagal dalam
pencapaian tujuannya. Oleh karena itu hubungan kerja harus disoroti. Hubungan
kerja adalah segala bentuk interaksi personal yang terjadi dalam rangka
pelaksanaan tugas baik vertikal maupun horizontal antara anggota organisasi.
Hubungan kerja yang serasi itu hendaknya ditumbuhkan dan dipelihara secara
melembaga sehingga bentuk dan sifatnya tidak tergantung kepada selera individu
tertentu.
Dibawah ini adalah hal-hal yang perlu mendapat perhatian
dalam hal perubahan dalam hubungan kerja antar personal:
1. Loyalitas kelembagaan.
Yang perlu ditumbuhkan dalam organisasi adalah loyalitas para anggotanya kepada
organisasi bukan kepada orang tertentu, misalnya jika pada waktu tertentu si A
menjadi direktur utama perusahaan X, loyalitas yang melembaga adalah loyalitas
kepada perusahaan X dan kepada direktur utama, bukan kepada si A secara
pribadi. Dengan demikian, apabila terjadi pergantian jabatan direktur utama,
dari si A ke si B, tidak sulit bagi anggota organisasi mempertahankan
loyalitasnya yang sejak semula memang tidak ditujukan kepada si A secara
pribadi.
2. Kebijaksanaan tentang sifat hubungan kerja
hendaknya dinyatakan secara tertulis. Pentingnnya kebijaksaaan tentang hubungan
kerja itu dinyatakan secara tertulis terlihat bukan saja dalam rangka kontinuitas,
akan tetapi juga agar tidak mudah diubah-ubah untuk memenuhi selera manajerial
dari orang-orang tertentu. Misalnya perlu diatur secara tertulis siapa yang
berhubungan dengan siapa dan dalam hal apa, mekanisme koordinasi yang berlaku
dalam organisasi, cara dan teknik pendelegasian wewenang serta pengaturan
hubungan pertanggungjawaban.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perubahan
Setiap perubahan akan memengaruhi siapapun; apakah dia pihak
manajemen ataukah anggota organisasi. Perubahan bisa ditanggapi secara positif
ataukah negatif bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu sendiri.
Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan yang
terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan anggota organisasi. Misalnya yang
menyangkut penurunan kompensasi, pembatasan karir, dan rasionalisasi
anggota organisasi. Sementara kalau perubahan itu terjadi pada inovasi proses
perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada manajemen dan anggota organisasi
adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan mengoperasikan teknologi
baru. Kalau itu terjadi pada perubahan motivasi anggota organisasi staf dalam
suatu tim kerja maka perubahan yang semestinya terjadi adalah terjadinya
perubahan manajemen mutu sumberdaya manusia. Itu semua tanggapan positif atas
terjadinya perubahan.
Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap
orang harus siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada
apa yang mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong seseorang untuk
berubah. Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi perilaku meliputi
pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan visi
organisasi. Sementara faktor-faktor pendorong seseorang untuk berubah adalah
kesempatan memperoleh keuntungan nyata atau menghindari terjadinya kerugian
pribadi. Beragam Faktor Mempengaruhi Perubahan perilaku dimaksud
diuraikan sebagai berikut.
(1) Pengetahuan
Pengetahuan
merupakan unsur pokok bagi setiap anggota organisasi untuk merubah perilakunya
dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan anggota
organisasi semakin mudah dia untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya.
Karena itu pengetahuan ditempatkan secara strategis sebagai salah satu syarat penting
bagi kemajuan perilaku anggota organisasi. Anggota organisasi yang hanya
menggunakan pengetahuan yang sekedarnya akan semakin tertinggal kinerjanya
dibanding anggota organisasi yang selalu menambah pengetahuannya yang baru.
2) Ketrampilan
Ketrampilan,
baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang yang diperlukan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Ketrampilan fisik dibutuhkan untuk
pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan komputer, mesin produksi
dsb. Ketrampilan non-fisik dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang sudah
jadi. Misalnya kemampuan memimpin rapat, membangun komunikasi, dan mengelola
hubungan dengan para pelanggan secara efektif. Jadi disitu terdapat hubungan
antara proses dan ketrampilan komunikasi antarpersonal. Ketrampilan lebih sulit
untuk diubah atau dikembangkan ketimbang pengetahuan. Perubahan ketrampilan
sangat terkait dengan pola perilaku naluri (instink). Proses perubahan respon
instink anggota organisasi membutuhkan waktu relatif cukup panjang karena faktor
kebiasaan apalagi budaya tidak mudah untuk diubah. Misalnya anggota organisasi
yang biasanya bertanya pada anggota organisasi dengan ucapan “apa yang manajer
inginkan” (kurang sopan) sulit untuk segera berubah menjadi ucapan”apa yang
dapat saya kerjakan untuk manajer” atau “bolehkah saya membantu manajer” (lebih
sopan).
(3)
Kepercayaan
Kepercayaan
anggota organisasi menentukan sikapnya dalam menggunakan pengetahuan dan
ketrampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi anggota organisasi
diberikan pengetahuan dan ketrampilan baru dengan cara berbeda. Namun hal itu
dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimilikinya apakah pengetahuan dan
ketrampilan yang diterimanya akan berguna atau tidak. Dengan kata lain suatu
kepercayaan relatif sulit untuk diubah. Jadi kalau ingin melatih anggota
organisasi harus diketahui dahulu kepercayaan yang dimiliki anggota organisasi
sekurang-kurangnya tentang aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan.
(4)
Lingkungan
Suatu
lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku anggota organisasi apakah melalui
pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah dengan mengoreksi
perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi seperti keteladanan
pimpinan dan model kepemimpinan serta masa depan organisasi yang cerah akan
berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan perilaku anggota organisasi. “Apa
yang organisasi berikan pada anggota organisasi dan apa pula yang organisasi
dapatkan”. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh apa yang bisa
diberikan organisasi kepada anggota organisasinya. Semakin tinggi kadar
insentif yang diberikan semakin efektif terjadinya perubahan perilaku anggota
organisasinya. Sebaliknya organisasi yang tidak efektif atau gagal
cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif.
(5)
Tujuan organisasi
Tujuan
organisasi ditentukan oleh kepercayan kolektif dari para pimpinan organisasi
dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan merupakan turunan
dari visi masa depan dan sistem nilai organisasi. Pemimpin organisasi yang
memiliki visi dan tujuan yang jelas akan menciptakan lingkungan yang mendorong
perilaku produktif. Sebaliknya hanya akan menciptakan kebingungan di kalangan
anggota organisasi.
Kombinasi
dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu perubahan perilaku
anggota organisasi. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada anggota organisasi
semakin mengetahui atau memahami apa yang dibutuhkan untuk mampu mengerjakan
pekerjaannya. Ketrampilan dalam bentuk kemampuan fisik dan non-fisik dibutuhkan
agar anggota organisasi mampu mengerjakan pekerjaan yang baru. Kepercayaan
menentukan apakah anggota organisasi akan menggunakan ketrampilan dan teknik
barunya dalam praktek. Sementara lingkungan organisasi akan menciptakan tujuan
organisasi dalam merumuskan standar apa yang bisa diterimanya. Tujuan
organisasi itu sendiri ditentukan oleh visi organisasi dan dapat menciptakan
lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor pengaruh menguatnya kecerdasan
emosional dan spiritual dari anggota organisasi akan membantu organisasi lebih
siap dalam mengelola perubahan.
Pelaku
Perubahan
Setidak-tidaknya
ada tiga pelaku perubahan yang bisa berperan dalam setiap proses perubahan,
diantaranya adalah:
1.
Para pelaku perubahan dengan kekuasaan resmi (legitimacy of change)
adalah mereka yang memiliki kekuasaan yang diakui secara formal dan dianggap
sah.
2.
Para pendorong dan penganjur timbulnya perubahan (instigators of change)
adalah mereka yang memandang perlunya perubahan karena telah membandingkan dan
melihat sesuatu yang baik di tempat lain, seperti mereka yang baru kembali dari
studi banding.
3.
Para fasilitator perubahan (facilitator of change) adalah mereka yang
memiliki kewibawaan dan diakui serta dikenal sebagai pemimpin informal yang
memudahkan serta melicinkan proses timbulnya perubahan.
Para
pelaku perubahan tersebut diatas memiliki karakteristik dan cirri-ciri sebagai
berikut :
1.
Memiliki pemikiran dan ide inovatif, bersemangat dan berani.
2.
Selalu mencari hal-hal baru yang menantang dengan mempertimbangkan resiko yang
tidak terlalu tinggi.
3.
Ingin selalu melihat organisasi, masyarakat atau institusinya berkembang maju
dan memilii loyalitas yang tinggi serta komitmen yang kuat
4.
Pandai berorganisasi, cerdik dalam berpolitik, mengerti sistem kekuasaan serta
batas-batas perubahan yang ingin dilakukan tetapi tidak terkalahkan oleh
rintangan dan keterbatasan yang ada.
5.
Dapat menjadi anggota dan pemain tim yang efektif serta gampang dan senang
berkawan.
Masalah
dalam Perubahan
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu
perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang
seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak
dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan.
Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu
sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi
perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu
negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak
bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam
bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera,
misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau
bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada
organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat,
tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas
perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan
oleh kelompok atau organisasional.
a. Penolakan individual
Karena
persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi
sebagai sumber penolakan atas perubahan. Penolakan individual dapat terjadi
karena hal-hal dibawah ini :
1. Kebiasaan.
Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang
sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman,
menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul
4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita
lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan
berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri,
yaitu penolakan.
2. Rasa
aman. Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki
kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun
besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak
aman bagi para pegawai.
3. Faktor
ekonomi. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal
menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan
kehilangan upah lembur.
4. Takut
akan sesuatu yang tidak diketahui. Sebagian besar perubahan tidak mudah
diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan.
Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum
pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak
perubahan.
5. Persepsi.
Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini
mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh
masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran
agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.
b.
Penolakan Organisasional
Organisasi,
pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan.
Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan
dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit
berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir
dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu,
atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam
sumber penolakan atas perubahan yaitu:
1. Inersia
struktural. Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan
tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya
menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan
stabilitas terganggu.
2. Fokus
perubahan berdampak luas. Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi
hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu
sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika
manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur
organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
3. Inersia
kelompok kerja. Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma
kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja,
walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan
itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi
lemah.
4. Ancaman
terhadap keahlian. Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam
keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk
merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
5. Ancaman
terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan. Mengintroduksi sistem
pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman
kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
6. Ancaman
terhadap alokasi sumberdaya. Kelompok-kelompok dalam organisasi yang
mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan
organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi
anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.
Strategi
Mengatasi Penolakan
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai
untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu:
1. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara
tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan
kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah,
diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil
keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan
anggota organisasi yang mengambil keputusan
3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai
takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri
pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat
penolakan.
4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan
adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara
ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil.
Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi
keinginan mereka
5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi
adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta
agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor,
dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan
penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan.
Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya
perubahan.
9. Fungsi Perencanaan
A. Definisi Perencanaan :
Menurut Newman perencanaan (planning) is deciding in advance
what is to be done. Sedangkan menurut A.Allen planning is the determination of
a course of action to achieve a desired result. Pada dasarnya yang dimaksud
dengan perencanaan yaitu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa ( what
) siapa ( Who ) kapan (When) dimana ( When ) mengapa ( why ) dan bagaimana (
How ) jadi perencanaan yaitu fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan
pemilihan dari sekumpulan kegiatan-kegiatan dan pemutusan tujuan-tujuan,
kebijaksanaan-kebijaksanaan serta program-program yang dilakukan.
B. Macam-macam Perencanaan
Ada beberapa macam perencanaan yang ditinjau dari beberapa
segi,yaitu:
a) Jenis perencanaan menurut prosesnya :
(1) Policy Planning, suatu rencana yang memuat kebiajkankebijakansaja,
tentang garis besar atau pokok dan bersifatumum. Mengenai apa dan bagaimana
melaksanakan kebijakanitu tidak dirumuskan. Contohnya ada pada GBHN.
(2) Program Planning, merupakan perincian dan
penjelasandaripada policy planning. Dalam perencanaan ini biasanya memuat
hal-hal berikut:
(a) Ikhtisar tugas-tugas yang harus dikerjakan
(b) Sumber-sumber dan bahan-bahan yang dapat digunakan
(c) Biaya, personalia, situasi dan kondisi pekerjaan(
d) Prosedur kerja yang harus dipatuhi(e) Struktur organisasi
yang harus dipenuhi
(3) Operational Planning (perencanaan kerja), yakni
suatuperencanaan yang memuat hal- hal yang bersifat teknis seperticara-cara
pelaksanaan tugas agar berhasil mencapai tujuanyang lebih tinggi. Hal-hal yang
seringkali dimuat dalamperencanaan ini adalah: Analisa daripada program
perencanaan.
(a) Penetapan prosedur kerja
(b) Metode-metode kerja
(c) Tenaga-tenaga pelaksana
(d) Waktu, dan sebagainya
b) Jenis perencanaan menurut jangka waktunya :
(1) Long Range Planning, yaitu perencanaan jangka panjang
yangdalam pelaksanaannya membutuhkan waktu lebih dari tiga tahun
(2) Intermediate Planning, yaitu perencanaan jangka
menengahyang waktu pelaksanaanya membutuhkan waktu antara 1hingga tiga tahun
(3) Short Range Planning, yaitu perencanaan jangka pendek
yangpelaksanaannya membutuhkan waktu kurang dari 1 tahun
c) Jenis perencanaan menurut wilayah pelaksanaannya :
(1) National Planning, yakni rencana yang diperuntukkan
bagiseluruh wilayah Negara
(2) Regional Planning, yakni rencana untuk suatu daerah
(3) Local Planning, yakni rencana untuk suatu daerah yang
sangatterbatas.
d) Jenis perencanaan menurut penggunaannya :
(1) Single Use Planning, yaitu suatu perencanaan hanya
untuksekali pakai saja. Dalam artian jika rencana tersebut telahtercapai, maka
tidak akan digunakan lagi
(2) Repeats Planning, yaitu perencanaan yang dipakai
secaraberulang-ulang, walaupun sudah dilaksanakan berkali-kalie) Jenis
perencanaan dilihat dari segi luasnya usaha kegiatan
(1) General Planning, suatu rencana yang dibuat secara garis
besardan menyeluruh untuk kegiatan kerja sama yang lebih luas.Misalnya rencana
Kepala Bidang Kanwil untuk satu tahun pelajaran
(2) Special (Concentrated) Planning, suatu rencana
mengenaikeegiatan khusus, misalnya perencanaan yang dilakukan olehkepala
sekolah untuk mengatasi kesulitan belajar dikelas IPA.
C. Proses Perencanaan (Proses Pembuatan Rencana)
1. Menetapkan tugas dan tujuan
Antara tugas dan tujuan tidak dapat dipisahkan, suatu
rencana tidak dapat difrmulir tanpa ditetapkan terlebih dahulu apa yang menjadi
tugas dan tujuannya. Tugas diartikan sebagai apa yang harus dilakukan, sedang
tujuan yaitu suatu atau nilai yang akan diperoleh.
2. Observasi dan analisa
Menentukan factor-faktor apa yang dapat mempermudah dalam
pencapaian tujuan (Observasi) bila sudah diketahui dan terkumpul, maka
dilakukan analisa terhadapnya untuk ditentukan mana yang digunakan.
3. Mengadakan kemungkinan-kemungkina.
Faktor yang tersedia memberikan perencanaan membuat beberapa
kemungkinan dalam pencapaian tujuan. Dimana kemungkinan yang telah diperoleh
dapat diurut atas dasar tertentu, misalnya lamanya penyelesian, besarbya biaya
yang dibutuhkan efisiensi dan efektivitas dan lain sebagainya.
4. Membuat sintesa
Sintesa yaitu alternatif yang akan dipilih dari
kemungkinan-kemungkinan yang ada dengan cara mengawinkan sitesa dari
kemungkinan-kemungkinan tersebut. Kemungkinan-kemungkinan yang ada mempunyai
kelemahan-kelemahan.
D. Rencana Efektif dan Efisien.
Rencana yang efektif adalah
perencanaan dalam pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan
yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan
dari beberapa pilihan lainnya. Bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan
dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan Rencana yang
efisien adalah perencanaan dalam penggunaan sumber daya secara minimum guna
pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang
benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan
penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang
diterima.
10. Kaitan Perencanaan dalam Pembuatan
Keputusan
Perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan
organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan
rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting
dari semua fungsi
manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian,
pengarahan, dan pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Pengambilan
keputusan yaitu
dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang
membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang
tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Jadi kaitannya
pengambilan keputusan merupakan bagian dari perencanaan yang telah terencana
untuk mencapai suatu tujuan.
11. Perbedaan Organisasi dan
Pengorganisasian
Organisasi (organization) dan
pengorganisasion (organizing) memiliki hubungan yang erat dengan manajemen.
Organisasi merupakan alat dan wadah atau tempat manejer melakukan
kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan
pengorganisasian merupakan salah satu fungsi organik dari manajemen dan
ditempatkan sebagai fungsi kedua setelah perencanaan (planning). Dengan
demikian, antara organisasi dan pengorganisasian memiliki pengertian yang
berbeda.
12. Pengertian Kepegawaian
Pada umuMnya yang dimaksud dengan
kepegawaian adalah segala hal mengenai kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan
pegawai. Pegawai merupakan tenaga kerja manusia, jasmaniah maupun rohaniah
(mental dan fikran), yang senantiasa di butuhkan dan karena itu menjadi salah
satu modal pokok dalam badan usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu
(organisasi).
13.
Tipe-tipe Pengawasan
Donnelly,
et al. (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan menjadi 3 Tipe
pengawasan yaitu :
1. Pengawasan
Pendahuluan (preliminary control).
Pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Pengawasan
Pendahuluan menghilangkan penyimpangan penting pada kerja yang diinginkan yang
dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan Pendahuluan
mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil
aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang
direncanakan. Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya
deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan
pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat
pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan.
Dengan ini, manajemen menciptakan kebijaksanaan-kebijaksanaan,
prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang ditujukan pada hilangnya perilaku yang
menyebabkan hasil kerja yang tidak diinginkan di masa depan. Dipandang dari
sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaan-¬kebijaksanaan merupakan
pedoman-pedoman yang baik untuk tindakan masa mendatang. Pengawasan pendahuluan
meliputi; Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia, Pengawasan pendahuluan
bahan-bahan, Pengawasan pendahuluan modal dan Pengawasan pendahuluan
sumber-sumber daya financial.
2. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent
control)
Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan.
Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran
telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor
yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan
tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk:
-
Mengajarkan para bawahan mereka
bagaimana cara penerapan metode¬-metode serta prosedur-prsedur yang tepat.
-
Mengawasi pekerjaan mereka agar
pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
3. Pengawasan Feed Back (feed back control)
Pengawasan Feed Back yaitu mengukur hasil suatu kegiatan
yang telah dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau
tidak sesuai dengan standar.
Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional dimasa lalu. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi-operasi aktual. Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
Adapun sejumlah metode pengawasan feed back yang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:
Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional dimasa lalu. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi-operasi aktual. Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
Adapun sejumlah metode pengawasan feed back yang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:
-
Analysis Laporan Keuangan (Financial
Statement Analysis)
-
Analisis Biaya Standar (Standard
Cost Analysis)
-
Pengawasan Kualitas (Quality
Control)
-
Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja
(Employee Performance Evaluation)
14. Tahap-tahap Proses Pengawasan
Tahap
Proses Pengawasan, yaitu
:
1.
Tahap Penetapan Standar
Tujuannya
adalah sebagai sasaran, kuota, dan target pelaksanaan kegiatan yang digunakan
sebagai patokan dalam pengambilan keputusan. Bentuk standar yang umum yaitu :
-
standar phisik.
-
standar moneter
-
standar waktu
2.
Tahap Penentuan Pengukuran
Pelaksanaan Kegiatan
Digunakan
sebagai dasar atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara tepat.
3.
Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Beberapa
proses yang berulang-ulang dan kontinue, yang berupa atas, pengamatan, laporan,
metode, pengujian, dan sampel.
4.
Tahap Pembandingan Pelaksanaan
dengan Standar dan Analisa Penyimpangan
Digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan
dan menganalisanya mengapa bisa terjadi demikian, juga digunakan sebagai alat
pengambilan keputusan bagai manajer.
5.
Tahap Pengambilan Tindakan Koreksi
Bila
diketahui dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan, dimana perlu ada perbaikan
dalam pelaksanaan.
15.
Pengertian Pembuatan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah pekerjaan sehari-hari dari
manajemen. Seorang eksekutif, manajer, kepala bagian, direktur, presiden,
rektor, dekan, dan pejabat apapun, kehidupan mereka dalam organisasi selalu
bergumul dengan keputusan. Sebagian waktu mereka harus dicurahkan pada
penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
Berikut
ini beberapa pendapat ahli mengenai pengertian pembuatan keputusan atau
pengambilan keputusan.
- Handoko (1998), pembuatan keputusan didefenisikan sebagai penentuan kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
- Usman (2009), pengambilan keputusan ialah proses memilih sejumlah alternatif.
- Salusu (2006), Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Proses itu untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi.
Dari
beberapa pendapat ahli di atas, ada beberapa kata kunci yang perlu
diperhatikan:
- Ada permasalahan
- Proses pemilihan alternatif
- Pencapaian tujuan (penyelesaian masalah)
Tipe – Tipe Pembuatan Keputusan
1. Keputusan terprogram (programmed
decision)
Keputusan
yang dibuat untuk menangani situasi / masalah yang cukup sering terjadi,
sehinnga pembuat keputusan dapat membuat aturan-aturan pembuatan keputusan
untuk diterapkan di masa depan. Misalnya keputusan untuk memesan persediaan
ketika persediaan berada pada level tertentu.
2. Keputusan tidak terprogram
(nonprogrammed decision)
Keputusan yang dibuat dalam menanggapi situasi yang unik,
tidak familier dan tidak terstruktur serta menimbulkan konsekuensi-konsekuensi
penting bagi organisasi.banyak keputusan tidak terprogram melibatkan
perencanaan strategis, karena ketidakpastiannya begitu besar dan keputusan
merupakan hal yang sangat kompleks.
3.
Keputusan setengah terprogram
Keputusan yang sebagian dapat deprogram, sebagian
berulang-ulang dan rutin dan sebagian tidak terstruktur. Keputusan ini
bersifat rumit dan membutuhkan perhitungan-perhitungan serta analisis yang
terperinci.
Proses Pengambilan
Keputusan
Menurut
Handoko (1998), ada tujuh tahap dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1. Pemahaman dan perumusan masalah
Sering
kali manajer menghadapi kenyataan bahwa masalah yang sebenarnya sulit
ditemukan. Bahkan hanya mengidentifikasikan gejala masalah, bukan penyebab yang
mendasar. Untuk mempermudah identifikasi masalah, manajer dapat melakukan
beberapa cara. Pertama, manajer secara sistematik menguji
hubungan-hubungan sebab akibat. Kedua, manajer mencari
penyimpangan-penyimpangan atau perubahan-perubahan dari situasi ”normal”. Ketiga,
berkonsultasi dengan pihak lain yang mampu memberikan pandangan dan wawasan
yang berbeda tentang masalah.
2.
Pengumpulan dan analisa data yang
relevan
Para
manajer harus menentukan data-data apa yang akan dibutuhkan untuk membuat
keputusan yang tepat, dan kemudian mendapatkan informasi tersebut.
3.
Pengembangan alternatif-alternatif
Pengembangan
sejumlah alternatif penyelesaian masalah, memungkinkan manajer menolak
kecenderungan untuk membuat keputusan terlalu cepat dan membuat lebih mungkin
pencapaian keputusan yang efektif. Dalam tahap ini, manajer harus berupaya
untuk memunculkan alternatif penyelesaian masalah sebanyak mungkin, yang dirasa
cocok dengan permasalahan yang ada.
4.
Evaluasi alternatif-alternatif
Setelah
mengumpulkan berbagai alternatif, manajer harus mengevaluasi satu persatu
efektivitas alternatif-alternatif yang ada terhadap penyelesaian masalah.
Efektivitas dapat diukur dengan dua kriteria: apakah alternatif realistik bila dihubungkan
dengan tujuan dan sumber daya organisasi, dam seberapa baik alternatif akan
membantu penyelesaian masalah.
5.
Pemilihan alternatif terbaik
Dalam
tahap ini, manajer memilih satu dari beberpa alternatif yang telah dievaluasi.
Pilihan alternatif terbaik sering juga merupakan kompromi di antara berbagai
faktor yang telah dipertimbangkan
6. Implementasi keputusan
Implementasi
keputusan menyangkut lebih dari sekedar pemberian perintah. Manajer harus
menetapkan anggaran, jadwal kegiatan, mengadakan dan mengalokasikan
sumber-sumber daya yang diperlukan, serta menugaskan tanggung jawab dan
wewenang pelaksanaan tugas-tugas tertentu. Selain itu, pada tahap ini manajer
juga perlu menetapkan prosedur laporan kemajuan periodik dan mempersiapkan tindakan
korektif bila masalah baru muncul dalam pelaksanaan keputusan.
7.
Evaluasi hasil keputusan
Implementasi
keputusan harus dimonitor terus menerus. Manajer harus mengevaluasi apakah
implementasi dilakukan dengan lancar dan keputusan yang diambil memberikan
hasil-hasil yang diinginkan.
16. Fungsi Pemimpin Dan Kepemimpinan
Serta Kaitannya Dengan Fungsi-Fungsi Manajemen Lainnya.
Dalam bahasa pemimpin sering disebut penghulu, pemuka, ketua
dan sebagainya.Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil
penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang
lain dengan berbagai cara. Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga
dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan -
khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang ,sehingga dia mampu mempengaruhi
orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk
pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini Kartono, 1994 : 181).Dengan ini
seorang pemimpin juga harus dapat memberi sebuah motivasi kepada orang lain .
Dimana motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi
yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu
atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuan.Jadi dapat
kita ambil kesimpulan mengenai kaitan kepemimpinan dengan motivasi adalah
seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memotivasi orang lain.agar
orang-orang yang dibawah kepimpinannya dapat bekerja dengan maksimal.
Di dalam sebuah kepemimpinan, seorang pemimpin memiliki gaya
yang berbeda dalam kepemimpinannya,terdapat beberapa gaya kepemimpinan,yaitu:
- Gaya kepemimpinan autokratis
Menurut
Rivai (2003), kepemimpinan autokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan
metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan
strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi.
Robbins dan Coulter (2002) menyatakan gaya kepemimpinan autokratis
mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya
sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara
sepihak dan meminimalis partisipasi karyawan.Adapun cirri-ciri kepemimpinan
autokratis adalah:
1. Semua kebijakan ditentukan oleh
pemimpin.
2. Teknik dan langkah-langkah kegiatan
didikte oleh atasan setiap waktu.
3. Pemimpin biasanya membagi tugas
kerja bagian dan kerjasama setiap anggota.
- Gaya kepimipinan demokratis atau partisipatif
Kepemimpinan
demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya
menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah
kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi,dapat bekerja
sama,mengutamakan mutu kerja,dan dapat mengarahkan diri sendiri
(Rivai,2006,p.61).Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Sukaanto),
1. Semua kebijaksanaan terjadi pada
kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari
pemimpin.
2. Kegiatan-kegiatan didiskusikan,
langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan
petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif
prosedur yang dapat dipilih
3. Para anggota bebas bekerja dengan
siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
3. Gaya kepemimpianan Laissez-faire (Kendali Bebas)
Gaya
kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan
memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan
menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai
(Robbins dan coulter),dan menurut Sukanto cirri-ciri kepemimpinan kendali
bebas,yaitu :
1. Kebebasan penuh bagi keputusan
kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin.
2. Bahan-bahan yang bermacam-macam
disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi
informasi pada saat ditanya.
3. Sama sekali tidak ada partisipasi
dari pemimpin dalam penentuan tugas.
4. Kadang-kadang memberi komentar
spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai
atau mengatur suatu kejadian.
Teori
kepemimpinan
1.
Great man theory
Setiap
jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin
besar memulai dan memimpin perubahan dan menghalangi orang lain yang berusaha membawa
masyarakat kearah yang berlawanan (James, 1980).
2.
Situational theory
Kepemimpian
dipengaruhi oleh situasi dimana faktor-faktor tertentu dari situasi menentukan
ciri-ciri pemimpin yang sesuai untuk situasi tersebut.Munculnya pemimpin dalam
suatu organisasi tergantung pada aspek karakteristik birokrasi, organisasi
informal, karakteristik hubungan antara atasan bawahan, rancangan tugas yang
memungkinkan individu mencapai aktualisasi diri dan aspek kesesuaian antara
sasaran organisasi dengan sasaran individual para anggotanya(Bennis, 1981).
3.
Psikoanalysis Approach
Pemimpin
kharismatik muncul karena disamping kebesaran mereka pada saat yang tepat
orang-orang di sekelilingnya sedang membutuhkan pertolongan dan atau tempat
bergantung (Kets de Vries, 1980).
Mengatasi
konflik Organisasi dengan teori kepemimpinan
Robbin
(1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict
Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan
kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi
berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga
bagian, antara lain:
- Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
- Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
- Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Dapat kita simpulkan konflik dalam sebuah organisasi perlu
sedikit dipertahankan,karen dengan adanya konflik dapat berdampak positif,yaitu
dengan adanya kedinamisan dan inovatif dalam lingkungan organisasi.Konflik dalam
organisasi merupakan tipe yang banyak terjadi di dalam
organisasi-organisasi.Contohnya konflik antar lini dan staf atau peekerja
dengan pekerja.Dalam hal ini seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan
yang baik dapat menengahi konflik dengan memutuskan atau menyelesaikan konflik
tersebut dengan bijaksana dan adil,lalu seorang pemimpin harus bisa mengarahkan
sebuah konflik menjadi konflik yang berdampak positif.
Fungsi-fungsi Manajemen
- Fungsi perencanaan atau planning
Fungsi
perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan
membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut.
- Fungsi Pengorganisasian atau Organizing
Fungsi
perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan
sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang
telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan.
- Fungsi Pengarahan atau Directing atau Leading
Fungsi
pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan
kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya.
- Fungsi Pengendalian atau Controling
Fungsi
pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang
telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan.
Fungsi Kepemimpinan Kaitannya dengan fungsi-fungsi
manajemen
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan
sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang
bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
- Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
- Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dan sebagainya.
Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka kepemimpinan
tersebut harus dijalankan sesuai dengan fungsinya. Sehubungan dengan hal
tersebut, menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungn
langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar
situasi itu Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial
keiompok atau organisasinya.Dapat disimpulkan bahwa kaitan fungsi
kepemimpinan dan fungsi-fungsi manajemen adalah seorang pemimpin harus bisa
menjalankan dengan baik kepemimpinannya agar terwujudnya atau terlaksanannya
fungsi-fungsi manajemen dengan baik juga.
Referensi
:
-
Wijayanto. 2012. Pengantar
Manajemen. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
-
Wijayanto. D. 2008. Dasar-dasar
Manajemen. Badan Penerbit Undip. Semarang.
-
Hasibuan, M.S. 1989. Manajemen :
Dasar, Pengertian, dan Masalah. CV Haji Maagung : Jakarta.
-
Griffin, R. W. 2004. Manajemen.
Jilid 1. Edisi 7. Penerbit Erlangga : Jakarta.
-
www.wikipedia_indonesia.co.id
-
www.google.com
0 komentar:
Post a Comment